Rabu, 29 Juli 2020

Live TVRI Sumsel, acara Klinik Tani tema Teknologi Pembenihan Ikan

Belut (Monopterus albus)


Secara taksonomi, ikan belut termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Synbranchiformes, Family Synbranchidae, Genus Monopterus, Spesies Monopterus albus. Habitat utama ikan ini adalah sawah, saluran kanal. Dan rawa-rawa, baik rawa gambut maupun rawa non gambut. Penyebaran ikan ini meliputi pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Penangkapan ikan ini dapat menggunakan pancing dan bubu. Bubu penangkap belut berbeda dengan bubu penangkap ikan lainnya. Bubu belut terbuat dari bahan bilah bambu atau tali nilon. Bubu dipasang di rawa-rawa dan diberi umpan berupa daging keong atau usus  ayam. Menu masakan belut yang paling popular adalah dendeng belut. Selain itu belut juga bias dimasak dengan cara digoreng. Selain lauk pauk, belut juga sering diolah menjadi snack belut dan keripik belut. Penelitian dasar mengenai ikan ini sudah banyak dilakukan. Penelitian lebih lanjut mengenai pembudidayaan yang masih perlu dikembangkan. Ikan ini memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai komoditi budidaya. Rantai bisnis ekspor ikan ini sudah terbentu namun produksi masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. 

Pustaka:


Selasa, 28 Juli 2020

Belida (Notopterus chitala)


Bentuk tubuh ikan belida pipih. Ikan belida memiliki sirip punggung, sepasang sirip dada, sirip ekor dan sirip anal. Sirip anal menyatu dengan sirip ekor. Bentuk mulut agak meruncing. Rongga perut ikan ini lebih kecil, tidak proposional dengan bentuk tubuhnya yang panjang dan besar. Penangkapan ikan ini menggunakan pengilar, jaring, jala dan pancing. Penangkapan ikan belida dengan pengilar dan pancing menggunakan bangkai ikan atau cacing. Berbagai menu masakan ikan belida antara lain, ikan belida bakar, ikan belida goreng, pindang sirip ikan belida dan lain-lian. Selain dikonsumsi dalam bentuk lauk pauk, ikan ini dapat diolah menjadi kerupuk, stick, dan aneka snack lainnya. Ikan belida juga menjadi bahan baku pembuatan pempek (makanan khas Palembang). Penelitian dasar mengenai ikan ini sudah banyak dilakukan. Aspek biologi dan ekologi ikan belida sudah diteliti, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjuut. Penelitian aspek pembenihan dan pembesaran ikan ini juga sudah banyak dilakukan oleh para peneliti, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan teknologi tepat guna yang siap diaplikasikan di masyarakat. Produksi ikan belida masih mengandalkan hasil penangkapan  dari alam liar.  Pembudidayaan ikan ini, sudah ada namun masih skala kecil. Ikan belida memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan menjadi komoditi budidaya.


Pustaka
Muslim, M., Heltonika, B., Sahusilawane, H.A., Wardani, W.W., & Rifai, R. (2020). Ikan lokal perairan tawar indonesia yang prospektif dibudidayakan. Pena Persada. Purwokerto.

Senin, 27 Juli 2020

Baung kuning (Hemibagrus sp)


Ikan baung kuning, warna tubuhnya kekuning-kuningan. secara morfologi sangat mirip dengan ikan baung yang disebutkan di atas. Ikan baung kuning ukuran bobot tubuhnya dapat mencapai lebih 5 kg per ekor. Penangkapan ikan baung, menggunakan alat tradisional pancing rawai, dengan umpan ikan kecil, jenis ikan sepat, anak nilem, mengkiring dan lain lain. Selain menggunakan pancing rawai, penangkapan ikan baung ini dapat dilakukan dengan menggunakan pancing ulur (pancing tangan) yang umum digunakan para penghobi mancing. Umpan yang digunakan berupa cacing atau umpan buatan yang sudah diperjualbelikan. Selain pancing, penangkapan ikan ini dapat juga menggunakan alat tradisional berupa “kerung”. Kerung adalah system penangkapan ikan dengan menggunakan jaring sebagai penjebak ikan. Jaring dipasang di tepi sungai, diberi umpan dan ranting-ranting kayu, sehingga ikan baung ini betah tinggal di dalam kerung, dan setelah beberapa lama, jaring kerung diturunkan dan ikan baung terjebak didalam kerung. Penelitian mengenai aspek biologi dasar ikan ini belum banyak, tidak seperti ikan baung yang disebutkan di atas. Penelitian mengenai berbagai aspek ikan baung jenis ini sangat diperlukan.


Pustaka:
Muslim, M., Heltonika, B., Sahusilawane, H.A., Wardani, W.W., & Rifai, R. (2020). Ikan lokal perairan tawar indonesia yang prospektif dibudidayakan. Pena Persada. Purwokerto.

Baung (Hemibagrus nemurus)


Secara taksonomi, ikan baung termasuk Phylum Chordata, Kelas Pisces, Sub Kelas Teleostei, Ordo Ostariophysi, Family Bagridae, Genus Hemibagrus, Spesies Hemibagrus nemurus. Ikan baung memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Sirip punggung memiliki duri keras. Duri keras pada siri dada ikan baung bermodifikasi menjadi patil. Ikan ini memiliki sirip lemak (adipose fin) pada bagian belakang sirip punggung. Memiliki sungut yang panjang. Ikan ini tidak bersisik.  Ikan baung hidup di perairan tawar. Habitat utama ikan baung adalah di sungai. Penyebaran ikan ini di Indonesia meliputi Pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa.  Ikan baung termasuk ikan pemakan daging (karnivora). Namun dalam pemeliharaan ikan baung dapat menerima pakan buatan (pellet).  Ikan baung bereproduksi dengan cara bertelur. Secara alami, ikan baung bereproduksi satu kali dalam setahun, pada saat musim penghujan. Saat ini, teknologi manipulasi reproduksi ikan baung sudah dapat dilakukan secara terkontrol di unit pembenihan rakyat, balai benih ikan, balai penelitian perikanan.  Penelitian dasar ikan baung sudah banyak dilakukan. Penelitian pengembangbiakan ikan ini juga sudah banyak dilakukan. Penelitian lebih lanjut mengenai teknis peningkatan produksi benih masih sangat diperlukan, terutama untuk mengatasi masalah kanibalisme larva ikan baung. Penelitian aspek pembesaran ikan baung juga masih sangat diperlukan.

Pustaka:

Jumat, 24 Juli 2020

Kebarau (Hampala sp)

Secara taksonomi, ikan kebarau termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Cypriniformes, Family Cyprinidae, Genus Hampala,  Spesies Hampala sp, Ikan kebarau memiliki sirip punggung, sirip ekor, sirip dada, sirip perut, dan sirip anal. Sirip dada dan sirip perut sepasang kanan-kiri. Tubuh berwarna putih silver, ditutupi sisik. Pada bagian tengah badan terdapat bintik berwarna hitam. Bentuk ekor bercagak. Ikan ini sepintas mirip dengan ikan jelawat. Namun secara morfologi jika diperhatikan secara saksama, ikan kebarau dengan ikan jelawat berbeda dan secara taksonomi juga berbeda. Bobot ikan jelawat lebih besar dibandingkan ikan kebarau. Bobot ikan jelawat dapat mencapai 5 kg per ekor, sedangkan ikan kebarau lebih kecil dibawah 2 kg per ekor. Ikan kebarau dapat melompat dengan tinggi. Ikan kebarau ditemukan di sungai-sungai dan rawa banjiran yang terubung dengan sungai. Penyebaran ikan ini di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Ikan ini memiliki prospek  dikembangkan sebagai komoditi budiaya, mengingat ikan ini banyak disukai masyarakat dan harganya cukup tinggi. Ikan ini juga berpeluang dijadikan sebagai ikan hias.

Pustaka:

Selasa, 07 Juli 2020

Dukang (Bagroides melapterus)

Secara taksonomi, ikan dukang atau disebut juga ikan baung pisang termasuk Phylum Chordata, Kelas Teleostei, Ordo Siluformes, Family Bagridae, Genus Bagroides, Spesies Bagroides melapterus. Bentuk badan ikan memanjang dan melebar. Tubuh berwarna kuning dan hitam. Tidak memiliki sisik. Memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Pada sirip punggung dan sirip dada berkembang juri keras menjadi patil. Pada punggung bagian belakang terdapat sirip lemak (adipose fin). Ukuran ikan ini dapat mencapai 500 gram per ekor. Habitat ikan ini di sungai. Mulut ikan ini sangat kecil, tidak seperti ikan baung (kerabatnya). Duri patilnya sangat tajam dan bergerigi. Ikan ini lendirnya sangat tebal, jika membersihkan ikan ini lendir tebal berwarna kuning sangat nampak jelas. Lendir ikan dukung ini dapat dimanfaatkan untuk mengobati luka. Masyarakat Desa Muara Kamal, Kecamatan Pemulutan Barat Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, sudah lama menggunakan lendir ikan dukung ini sebagai obat luka. Luka yang dioles dengan lendir ikan ini akan terasa pedih sama sperti diberi obat luka/betadin. Khasiat lendir ikan Dukang untuk mengobati luka sudah terbukti. Hal ini mungkin secara ilmiah, lender ikan dukung mengandung bahan antibakteri. Karena fungsi lendir pada ikan-ikan yang tidak memiliki sisik seperti ikan dukang ini adalah sebagai pelindung ikan dari serangan parasit.

Palau (Osteochilus sp)

Secara taksonomi, ikan nilem termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii Ordo Cypriniformes, Family Cyprinidae, Genus Osteochilus,  Spesies Osteochilus spBentuk badan cembung membungkuk. Memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Tubuh berwarna perak dengan sedikit bintik hitam dan kuning. Sirip ekor, dada, perut dan anal berwarna merah. Pada bagian pangkal ekor terdapat bintik bulat berwarna hitam. Habitat ikan ini di sungai-sungai yang terhubung dengan rawa banjiran. Penyebarannnya di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Ikan ini termasuk jenis ikan pemakan tumbuhan (herbivora). Ikan ini berkembangbiak dengan cara bertelur. Ikan ini banyak tertangkap dengan alat tangkap jaring dan keremanIkan ini memiliki daya tarik sebagai ikan hias, terutama bentuk tubuh dan warnanya. Ikan ini dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi dam juga sebagai ikan hias. Penelitian dasar mengenai aspek biologi dan ekologi ikan ini masih sangat jarang, sehingga masih sangat diperlukan. Ikan palau satu genus dengan ikan nilem (Osteochiluss haseltii) yang sudah banyak dibudidayakan. Selain dengan Osteochiluss haseltii, ikan palau juga sekerabat dekat dengan ikan Osteochiluss vittatus. Penelitian hubungan kekerabatan antara beberapa spesies ikan dari Genus Osteochilus masih sangat diperlukan. Penelitian upaya penjinakan dan pembudidayaan ikan juga sangat penting dilakukan ikan palau ini sangat diperlukan. Ikan ini prospektif dikembangkan menjadi komoditi budidaya sebagai ikan hias dan ikan konsumsi. 

Pustaka:


Seluang kuring (Rasbora sp)


Secara taksonomi, ikan seluang kuning termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Perciformes, Family Cyprinidae, Genus Rasbora,  Spesies Rasbora spBentuk badan kecil. Ikan seluang terdiri dari spesies. Secara morfologi ikan seluang memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Bentuk masing-masing sirip pada spesies yang berbeda hamper sama. Pola warna ada beberapa spesies berbeda. Habitat hidup ikan ini di sungai-sungai yang terhubung rawa banjiran. Ikan ini ditemukan di Sumatera dan Kalimantan. Ikan seluang memakan berbgai jenis makanan baik berupa tumbuhan seperti dedak padi maupun hewan seperti cacing, sehingga dapat dikategorikan ikan seluang sebagai ikan omnivora. Ikan ini berkembangbiak dengan cara bertelur. Alat tangkap tradisional yang digunakan untuk menangkap ikan ini adalah "tangkul". Biasanya nelayan memberi umpan berupa dedak halus untuk menangkap ikan ini. Beberapa jenis ikan seluang berpotensi dijadikan ikan hias, karena memiliki warna yang menarik dan ikan ini juga ramah hidup besama dalam akuarium, serta mudah beradaptasi dengan pakan buatan (pellet). Saat ini, ikan ini dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi dengan harga berkisar Rp. 25.000-40.000 per kg. Penelitian dasar mengenai aspek biologi dan ekologi ikan ini masih sangat jarang, sehingga masih sangat diperlukan. Penelitian lebih lanjut, upaya penjinakan dan pembudidayaan ikan juga sangat penting dilakukan. Ikan ini prospektif dikembangkan menjadi komoditi budidaya sebagai ikan hias.


Pustaka:
Muslim, M., Heltonika, B., Sahusilawane, H. A., Wardani, W. W., & Rifai, R. (2020). Ikan lokal perairan tawar indonesia yang prospektif dibudidayakan. Pena Persada. Purwokerto

Ikan Labeo (Labeobarbus sp)

Ikan labeo termasuk kelompok ikan Cyprinidae.
Secara taksonomi, ikan lini termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Cypriniformes, Family Cyprinidae, Genus Labiobarbus,  Spesies Labiobarbus sp. Bentuk badan memanjang. Memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Sirip pung terdiri dari bagian depan dan bagian belakang. Sirip punggung bagian belakang sampai ke pangkal ekor. Jari-jari semua sirip tidak memiliki jari-jari keras. Ikan ini memiliki sisik. Warna tubuh putih perak menyala. Habitat ikan ini di sungai-sungai dan juga rawa banjiran. Penyebaran ikan ini di Indonesia meliputi pulau Sumatera dan Kalimantan. Ikan ini termasuk jenis ikan pemakan tumbuhan (herbivora). Ikan ini berkembangbiak dengan cara bertelur.  Penangkapan ikan lambak menggunakan beberapa alat tangkap tradisional seperti jaring, bubu, tangkul, empang dan sebagainya. Ikan ini memiliki daya tarik sebagai ikan hias, terutama bentuk tubuh dan warnanya. Penelitian dasar mengenai aspek biologi dan ekologi ikan ini masih sangat jarang, sehingga masih sangat diperlukan. Penelitian lebih lanjut, upaya penjinakan dan pembudidayaan ikan juga sangat penting dilakukan. Ikan ini prospektif dikembangkan menjadi komoditi budidaya sebagai ikan hias.