Kamis, 28 Mei 2020

Betok (Anabas testudineus)


Secara taksonomi, ikan betok termasuk Phylum Chordata, Kelas Pisces, Sub Kelas Teleostei, Ordo Labyrinthici, Family Anabantidae, Genus Anabas, Spesies Anabas testudineus. Ikan betok memiliki sirip punggung, dada, perut, anal dan ekor. Sirip punggung terdiri beberapa duri keras. Sirip perut dan sirip anal juga memiliki duri keras. Bentuk ekor ikan ini membundar. Sluruh tubuh ditutupi sisik. Penampilan warna tubuh ikan betok jantan lebih terang dibandingkan ikan betok betina. Habitat utama ikan betok adalah rawa-rawa dan anak-anak sungai. Di Indonesia, ikan betok tersebar di pulau Kalimantan, Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Papua. Ikan betok termasuk jenis ikan karnivora cenderung omnivora. Di alam ikan ini memakan berbagai jenis insekta air, serangga air, cacing, dan anak-anak ikan/udang. Bangkai hewan juga dimakan ikan ini.Dalam media budidaya ikan ini dapat menerima pakan buatan. Ikan betok termasuk ikan yang bernilai ekonomi tinggi. Ikan betok segar dengan bobot 50-90 gram per ekor, harganya mencapai Rp. 60.000 per kg. Ikan betok salai Rp. 80.000 per kg, ikan betok asin Rp. 50.000 per kg. pekasam ikan betok Rp.  5.000 per ons. 
Penelitian tentang dasar tentang aspek biologi dan ekologi ikan betok sudah banyak dilakukan. Penelitian aspek pembenihan juga sudah banyak dilakukan, namun masih diperlukan penelitian lanjut untuk meningkatkan produktifitas pembenihan. Penelitian pembesaran ikan betok di berbagai media budidaya masih sangat kurang. Ikan ini memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai komoditi budidaya. Ikan ini memiliki keunggulan biologi, seperti tahan hidup dalam lingkungan asam dan oksigen terlarut rendah, fekunditas tinggi, mudah beradaptasi dengan pakan dan lingkungan budidaya. Ikan ini juga memiliki harga ekonomi yang tinggi dan konsumen ikan ini banyak. Dengan demikian, ikan ini prospektif dijadikan komoditi akuakultur di masa yang akan datang. 


Pustaka:



Belut (Monopterus albus)


Secara taksonomi, ikan belut termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Synbranchiformes, Family Synbranchidae, Genus Monopterus, Spesies Monopterus albus. Bentuk tubuh belut panjang dan bulat. Ikan ini tidak memiliki sisik. Memiliki sirip punggung, dada, perut dan anal. Sirip ekor menyatu dengan sirip punggung dan sirip anal. Habitat utama ikan ini adalah sawah, saluran kanal. Dan rawa-rawa, baik rawa gambut maupun rawa non gambut. Penyebaran ikan ini meliputi pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Belut termasuk jenis ikan pemakan daging  (karnivora). Belut berkembangbiak dengan bertelur. Ikan ini bersifat hermaprodit. 
Penangkapan ikan ini dapat menggunakan pancing dan bubu. Bubu penangkap belut berbeda dengan bubu penangkap ikan lainnya. Bubu belut terbuat dari bahan bilah bambu atau tali nilon. Bubu dipasang di rawa-rawa dan diberi umpan berupa daging keong atau usus  ayam. Menu masakan belut yang paling popular adalah dendeng belut. Selain itu belut juga bias dimasak dengan cara digoreng. Selain lauk pauk, belut juga sering diolah menjadi snack belut dan keripik belut. Belut termasuk salah satu jenis ikan rawa yang berharga cukup mahal. Harga belut berkisar Rp. 50.000-80.000 per kg.Penelitian dasar mengenai ikan ini sudah banyak dilakukan. Penelitian lebih lanjut mengenai pembudidayaan yang masih perlu dikembangkan. Ikan ini memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai komoditi budidaya. Rantai bisnis ekspor ikan ini sudah terbentu namun produksi masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. 


Muslim, M., Heltonika, B., Sahusilawane, H. A., Wardhani, W. W., & Rifai, R. (2020). Ikan lokal perairan tawar indonesia yang prospektif dibudidayakan. Pena Persada. Purwokerto. 

Lumajang (Cyclocheilichthys enoplos)


Secara taksonomi, ikan lumajang termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Cypriniformes, Family Cyprinidae, Genus Cyclocheilichthys,  Spesies Cyclocheilichthys enoplos. Bentuk tubuh ikan lumajang memanjang. Ikan lumajang memiliki sepasang sirip dada, sirip punggung, sepasang sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Bentuk ekor cagak simetris. Pada sirip punggung terdapat satu duri keras. Warna tubuh putih perak. Seluruh tubuh ikan lumajang ditutupi sisik. Ikan lumajang hidup di sungai-sungai besar. Penyebaran ikan lumajang di Sumatera dan Kalimantan. Di Sumatera, ikan ini ditemukan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Ikan lumajang termasuk jenis ikan pemakan tumbuhan dan hewan (omnivore). Jenis serangga air dan darat, cacing, daun tumbuhan air, lumut dimakan ikan lumajang. Ikan ini berkembangbiak dengan cara bertelur. Populasi ikan lumajang di alam sedikit, sehingga ikan ini sudah sulit diperoleh nelayan. Penangkapan ikan lumajang menggunakan alat jaring insang dan pancing. Penelitian dasar mengenai ikan ini masih belum dilakukan. Aspek biologi, ekologi, fisiologi dan lain-lain mengenai ikan lumajang sangat diperlukan untuk diteliti. Mengingat populasi ikan ini sudah tidak banyak lagi, dikhawatirkan terjadi kelangkaan spesies ini, dan informasi ilmiah tentang ikan ini belum didapatkan. Ikan ini memiliki prospek untuk dibudidayakan, mengingat ikan ini dapat berukuran besar, sangat disukai masyarakat, harganya cukup mahal. Hasil penangkapan ikan ini di alam semakin menurun, sehingga segera dilakukan upaya domestikasi dan pembudidayaan ikan ini.



Pustaka:


Rabu, 27 Mei 2020

Seluang/Pantau Sumatera (Rasbora sumatraensis)


Secara taksonomi, ikan seluang/pantau sumatera termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Perciformes, Family Cyprinidae, Genus Rasbora,  Spesies Rasbora sumatraensis. Bentuk badan kecil. Memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Habitat hidup ikan ini di sungai-sungai yang terhubung rawa banjiran. Ikan seluang jenis ini endemik di Sumatera, makanya nama ilmiahnya Rasbora sumatraensis. Ikan ini hanya ditemukan di Pulau Sumatera. Ikan seluang/pantau memakan berbagai jenis makanan baik berupa tumbuhan seperti dedak padi maupun hewan seperti cacing, sehingga dapat dikategorikan ikan seluang sebagai ikan omnivora. Ikan ini berkembangbiak dengan cara bertelur. Alat tangkap tradisional yang digunakan untuk menangkap ikan ini adalah "tangkul". Biasanya nelayan memberi umpan berupa dedak halus untuk menangkap ikan ini. Beberapa jenis ikan seluang berpotensi dijadikan ikan hias, karena memiliki warna yang menarik dan ikan ini juga ramah hidup besama dalam akuarium, serta mudah beradaptasi dengan pakan buatan (pellet). Penelitian dasar mengenai aspek biologi dan ekologi ikan ini masih sangat jarang, sehingga masih sangat diperlukan. Penelitian lebih lanjut, upaya penjinakan dan pembudidayaan ikan juga sangat penting dilakukan. Ikan ini prospektif dikembangkan menjadi komoditi budidaya sebagai ikan hias.


Pustaka:
Muslim, M., Heltonika, B., Sahusilawane, H. A., Wardhani, W. W., & Rifai, R. (2020). Ikan lokal perairan tawar indonesia yang prospektif dibudidayakan. Pena Persada. Purwokerto.

Baung (Hemibagrus nemurus)


Ikan baung memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Sirip punggung memiliki duri keras. Duri keras pada siri dada ikan baung bermodifikasi menjadi patil. Ikan ini memiliki sirip lemak (adipose fin) pada bagian belakang sirip punggung. Memiliki sungut yang panjang. Ikan ini tidak bersisik. Ikan baung hidup di perairan tawar. Habitat utama ikan baung adalah di sungai. Penyebaran ikan ini di Indonesia meliputi Pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Ikan baung termasuk ikan pemakan daging (karnivora). Namun dalam pemeliharaan ikan baung dapat menerima pakan buatan (pellet). Ikan baung bereproduksi dengan cara bertelur. Secara alami, ikan baung bereproduksi satu kali dalam setahun, pada saat musim penghujan. Saat ini, teknologi manipulasi reproduksi ikan baung sudah dapat dilakukan secara terkontrol di unit pembenihan rakyat, balai benih ikan, balai penelitian perikanan. Penangkapan ikan baung menggunakan alat tangkap berupa pancing, tajur (pancing yang diberi gagang bamboo dipasang secara satu per satu), rawai (pancing yang diberi tali memancang, banyak mata pancing, dipasang di tepi sungai), pengilar (alat perangkap), kerung (perangkap ikan dari jarring nilon yang di pasang di tepi sungai), empang (alat perangkap ikan terbuat dari bilah bambu, dipasang di muara/tepi sungai), tebat (alat perangkap ikan yang dipasang melintang sungai), tuguk (alat perangkap ikan seperti tebat tapi ukuran tuguk lebih besar di pasang pada sungai yang lebih besar) dan sebagainya. Penangkapan ikan baung menggunakan umpan ikan hidup berupa anak-anak ikan kecil, cincangan daging keong rawa/sawah. Penelitian dasar ikan baung sudah banyak dilakukan. Penelitian pengembangbiakan ikan ini juga sudah banyak dilakukan. Penelitian lebih lanjut mengenai teknis peningkatan produksi benih masih sangat diperlukan, terutama untuk mengatasi masalah kanibalisme larva ikan baung. Penelitian aspek pembesaran ikan baung juga masih sangat diperlukan.Ikan baung memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi komoditi budidaya. Secara ekonomi, ikan baung sangat disukai masyarakat, sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia, harga jual tinggi, konsumen banyak, dapat diolah menjadi berbagai menu masakan, dapat diawetkan. Secara biologi, ikan ini mudah diadaptasikan dalam lingkungan budidaya, dapat diberi pakan buatan, pertumbuhan relative cepat, ukuran bobot besar, jumlah telur banyak. 



Pustaka:


Jumat, 15 Mei 2020

Dukang (Bagroides melapterus)

Ikan dukang/ikan biji duren/baung biji duren secara taksonomi,  termasuk Phylum Chordata, Kelas Teleostei, Ordo Siluformes, Family Bagridae, Genus Bagroides, Spesies Bagroides melapterus. Bentuk badan ikan memanjang dan melebar. Tubuh berwarna kuning dan hitam. Tidak memiliki sisik. Memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Pada sirip punggung dan sirip dada berkembang juri keras menjadi patil. Pada punggung bagian belakang terdapat sirip lemak (adipose fin). Ukuran ikan ini dapat mencapai 500 gram per ekor. Habitat ikan ini di sungai. Mulut ikan ini sangat kecil, tidak seperti ikan baung (kerabatnya). Duri patilnya sangat tajam dan bergerigi. Ikan ini lendirnya sangat tebal, jika membersihkan ikan ini lendir tebal berwarna kuning sangat nampak jelas. Lendir ikan dukung ini dapat dimanfaatkan untuk mengobati luka. Masyarakat Desa Muara Kamal, Kecamatan Pemulutan Barat Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, sudah lama menggunakan lendir ikan dukung ini sebagai obat luka. Luka yang dioles dengan lendir ikan ini akan terasa pedih sama sperti diberi obat luka/betadin. Khasiat lendir ikan Dukang untuk mengobati luka sudah terbukti. Hal ini mungkin secara ilmiah, lender ikan dukung mengandung bahan antibakteri. Karena fungsi lender pada ikan-ikan yang tidak memiliki sisik seperti ikan Dukang ini adalah sebagai pelindung ikan dari serangan parasit. Habitat utama ikan dukang adalah sungai dan rawa. Ikan dukang, salah satu jenis ikan endemic Indonesia, ikan ini ditemukan  di Sumatera dan Kalimantan. Ikan ini termasuk jenis ikan omnivora. Jenis makanan dapat berpa seranggga air, cacing, anak-anak ikan/udang, serahan tumbuhan air, lumut dan lain-lain. Penelitian ilmiah mengenai aspek biologi dan ekologi ikan ini belum ada. Perlu penelitian ilmiah bahan kimia yang terkandung dalam lendir ikan dukung. Penelitian domestikasi ikan ini juga sangat diperlukan. Dimasa mendatang ikan ini perlu didomestikan untuk selanjutnya dikembangkan upaya pembudidayaannya. Karena ikan ini bernilai ekonomi, baik sebagai ikan konsusmi dan juga bisa menjadi ikan hias, serta lendirnya dapat dijadikan obat.

Pustaka:

Rabu, 13 Mei 2020

Lampam (Barbonymus schwanenfeldii)


Ikan lampam memiliki sirip dada dan sirip perut berpasangan, satu sirip punggung, sirip anal dan sirip ekor. Tubuh berwarna putih keperak-perakan, seluruh tubuh diselimuti sisik. Warna sirip merah dan hitam. Habitat ikan lampam  adalah sungai, danau dan rawa. Perairan yang ada arus air sangat disukai ikan ini.  Penyebaran ikan lampan meliputi pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Ikan lampan termasuk jenis ikan omnivora. Pakan berupa tumbuhan air, lumut, ganggang air, jentik nyamuk, serangga, cacing dimakan ikan ini. Memancing ikan lampam dengan umpan cacing tanah sangat cocok. Ikan ini berkembangbiak dengan cara bertelur. Penangkapan ikan lampam dapat menggunakan beberapa alat tangkap seperti pancing, jaring, brumbun (perangkap), empang,  dan pengilarIkan lampam dapat diolah menjadi berbagai menu masakan antara lain ikan lampam goreng dan ikan lampam bakar. Selain dikonsumsi segar, ikan lampam juga dapat diawetkan menjadi ikan asin, asap, dan pekasamIkan lampam selain dijadikan ikan konsumsi sebai lauk pauk, ikan ini juga bisa dijadikan sebagai ikan hias dipajang dalam akuarium. Harga ikan lampam konsumsi berkisar Rp. 15.000-20.000 per kg. Penelitian aspek biologi ikan ini sudah banyak. Penelitian aspek pembenihan dan pembesaran ikan ini juga sudah mulai dilakukan. Ikan ini memiliki prospek dikembangkan menjadi komoditi budidaya. Selain memiliki harga yang cukup tinggi, konsumen ikan ini juga banyak. Ikan ini dapat juga dijadikan sebagai ikan hias.



Pustaka:

Kebarau/Sebarau (Hampala sp)

Ikan kebarau memiliki sirip punggung, sirip ekor, sirip dada, sirip perut, dan sirip anal. Sirip dada dan sirip perut sepasang kanan-kiri. Tubuh berwarna putih silver, ditutupi sisik. Pada bagian tengah badan terdapat bintik berwarna hitam. Bentuk ekor bercagak. Ikan ini sepintas mirip dengan ikan jelawat. Namun secara morfologi jika diperhatikan secara saksama, ikan kebarau dengan ikan jelawat berbeda dan secara taksonomi juga berbeda. Bobot ikan jelawat lebih besar dibandingkan ikan kebarau. Bobot ikan jelawat dapat mencapai 5 kg per ekor, sedangkan ikan kebarau lebih kecil dibawah 2 kg per ekor. Ikan kebarau dapat melompat dengan tinggi. Ikan kebarau ditemukan di sungai-sungai dan rawa banjiran yang terubung dengan sungai. Penyebaran ikan ini di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Ikan ini termasuk tipe ikan omnivora, dapat memakan jenis tumbuhan dan juga hewan.  Ikan ini bereproduksi dengan cara bertelur. Ikan ini banyak ditangkap nelayan dengan menggunakan alat tangkap tradisional seperti pancing, rawai, jaring, empang, tuguk, langsatan, empang lulung, dan sebagainya. Memancing ikan ini dapat menggunakan umpan cacing dan daun ubi. Menu masakan ikan kebarau yang populer antara lain ikan kebarau bakar dan ikan kebarau goreng.  Daging ikan kebarau banyak mengandung tulang-tulang halus. Selain dikonsumsi segar, ikan ini juga sering diawetkan menjadi ikan asin, ikan asap dan juga dibuat pekasam/bekasam. Pekasam ikan kebarau sangat populer. Jika dibuat pekasam, tulang halus dan juga tulang kasarnya menjadi lembut dan hancur.  Ikan ini memiliki prospek  dikembangkan sebagai komoditi budiaya, mengingat ikan ini banyak disukai masyarakat dan harganya cukup tinggi. Ikan ini juga berpeluang dijadikan sebagai ikan hias.

Pustaka:

Belida (Notopterus sp)


Bentuk tubuh ikan belida pipih. Ikan belida memiliki sirip punggung, sepasang sirip dada, sirip ekor dan sirip anal. Sirip anal menyatu dengan sirip ekor. Bentuk mulut agak meruncing. Rongga perut ikan ini lebih kecil, tidak proposional dengan bentuk tubuhnya yang panjang dan besar. Habitat utama ikan belida adalah sungai. Rawa yang terhubung dengan sungai menjadi tempat pemijahan dan pengasuhan anak-anak ikan belida. Penyebaran ikan belida di Indonesia meliputi pulau Sumatera dan Kalimantan. Ikan ini bersifat karnivora. Jenis makanan berupa anak-anak ikan dan anak-anak udang, serangga air, cacing dan lain-lain. Ikan belida berkembangbiak dengan cara bertelur. Penangkapan ikan ini menggunakan pengilar, jarring, jala dan pancing. Penangkapan ikan belida dengan pengilar dan pancing menggunakan bangkai ikan atau cacing. Berbagai menu masakan ikan belida antara lain, ikan belida bakar, ikan belida goreng, pindang sirip ikan belida dan lain-lian. Selain dikonsumsi dalam bentuk lauk pauk, ikan ini dapat diolah menjadi kerupuk, stick, dan aneka snack lainnya. Ikan belida juga menjadi bahan baku pembuatan pempek (makanan khas Palembang). Harga ikan belida cukup mahal Rp. 80.000-120.000 per kg, Harga ikan belida menjadi lebih mahal lagi menjelang hari-hari besar seperti lebaran, natal dan tahun baru. Penelitian dasar mengenai ikan ini sudah banyak dilakukan. Aspek biologi dan ekologi ikan belida sudah diteliti, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjuut. Penelitian aspek pembenihan dan pembesaran ikan ini juga sudah banyak dilakukan oleh para peneliti, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan teknologi tepat guna yang siap diaplikasikan di masyarakat. Produksi ikan belida masih mengandalkan hasil penangkapan  dari alam liar.  Pembudidayaan ikan ini, sudah ada namun masih skala kecil. Ikan belida memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan menjadi komoditi budidaya.

Pustaka:


Lais timah (Kryptopterus apogon)


Secara taksonomi, ikan lais timah termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Siluriformes, Family Siluridae, Genus Kryptopterus,  Spesies Kryptopterus apogon. Ikan ini memiliki sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Sirip anal memanjang dari belakang anus sampai ke pangkal ekor. Bentuk kepala ikan lebih lancip. Bentuk ekor cagak simetris. Warna badan putih keperak-perakan. Memiliki sungut pendek. Ukuran ikan ini cukup besar dapat mencapai 5 kg per ekor. Habitat utama ikan lais timah di sungai-sungai besar. Penyebaran ikan lais timah yakni di pulau Sumatera dan Kalimantan. Ikan ini termasuk jenis ikan karnivora atau pemakan daging. Berkembangbiak dengan cara bertelur. Penangkapan ikan ini menggunakan alat pancing dan jaring.Menu masakan ikan ini beragam: brengkes, pepes, bakar, goring, sup ikan. Ikan ini sangat disukai masyarakat, warna dah daging putih, Selain dikonsumsi dalam bentuk segar ikan lais timah juga sering diawetkan dengan proses pengasapan menjadi  ikan lais asap. Ikan lais timah salah satu jenis ikan air tawar yang bernilai tinggi. Harga ikan ini dapat mencapai Rp. 120.000 per kg. Permintaan terhadap ikan lais timah cukup tinggi. Penelitian biologi dasar ikan ini masih sangat minim. Perlu penelitian lebih banyak lagi, dan ikan lais timah sangat perlu didomestikasikan. Ikan ini memiliki prospek dikembangkan menjadi komoditi budidaya. Harganya mahal, banyak konsumen yang suka.


Pustaka:
Muslim, M., Heltonika, B., Sahusilawane, H. A., Wardhani, W. W., & Rifai, R. (2020). Ikan lokal perairan tawar indonesia yang prospektif dibudidayakan. Pena Persada. Purwokerto.

Ikan sumpit/datz (Datnioides pulcher)

Ikan sumpit atau dikenal juga dengan sebutan ikan datz, ikan lang. Secara taksonomi, ikan sumpit termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii,  Ordo Perciformes, Family Datnioididae, Genus Datnioides,  Spesies Datnioides pulcher.  Bentuk badan agak lanjong dan lancip. Memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Sirip  punggung terdiri dari bagian depan dan bagian belakang. Sirip punggung bagian depan terdiri dari beberapa jari-jari keras, sedangkan bagian belakang semuanya berupa jari-jari lemah. Sirip perut juga memiliki jari-jari keras. Warna tubuh ikan belang hitam melintang dibagian tubuhnya. Bentuk mulut lancip memanjang, Habitat ikan ini di sungai-sungai dan juga rawa banjiran.Secara internasional dikenal dengan nama Tiger fish. Berdasarkan data International Union for Conservation of Nature (IUCN), status ikan ini termasuk ikan terancam punah. Di Indonesia, ikan ini menyebar di Sumatera dan Kalimantan. Ikan ini termasuk jenis ikan pemakan hewan (karnivora). Ikan ini memiliki daya tarik sebagai ikan hias, terutama bentuk tubuh dan warnanya. Alat tangkap ikan ini umumnya menggunakan pancing, jaring, dan empang. Mancing ikan ini umumnya menggunakan umpan berupa serangga. Ikan ini kalau ukuran kecil dijadikan ikan akuarium (hias), namun ikan yang besar dikonsumsi untuk jadi lauk pauk. Ukuran ikan ini dapat mencapai berat 1 kg per ekor. Harga ikan sumit hias mencapai Rp.  100.000 per ekor.  Penelitian dasar mengenai aspek biologi dan ekologi ikan ini masih sangat jarang, sehingga masih sangat diperlukan. Penelitian lebih lanjut, upaya penjinakan dan pembudidayaan ikan juga sangat penting dilakukan. Ikan ini prospektif dikembangkan menjadi komoditi budidaya sebagai ikan hias

Pustaka:

Tilan merah (Mastacembelus erythrotaenia)


Secara taksonomi, ikan tilan merah termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Perciformes, Family Mastacembelidae, Genus Mastacembelus,  Spesies Mastacembelus erythrotaenia. Bentuk badan memanjang. Memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Sisik ikan ini sangat halus, di sepanjang sirip punggung terdapat duri halus yang tajam, Bentuk mulutnya lancip. Tubuh ikan ini sangat licin. Habitat ikan ini di sungai-sungai dan juga rawa banjiran. Penyebaran ikan ini di Sumatera dan Kalimantan. Ikan ini termasuk jenis ikan pemakan hewan (karnivora), Ikan ini berkembangbiak dengan cara bertelur. Aktifitas penangkapan ikan ini menggunakan alat tangkap berupa empang, pancing dan jaring. Ikan ini memiliki daya tarik sebagai ikan hias, terutama bentuk tubuh dan warnanya. Penelitian mengenai berbagai aspek ikan ini masih sangat jarang, sehingga masih sangat diperlukan. Ikan ini prospektif dikembangkan menjadi komoditi budidaya sebagai ikan hias

Pustaka:


Sepengkah (Parambassis sp)


Secara taksonomi, ikan sepengkah termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Perciformes, Family Ambassidae, Genus Parambassis,  Spesies Parambassis spBentuk badan melebar tipis. Memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Sepintas ikan ini sepertinya tidak bersisik, padahal ikan ini bersisik halus. Sirip punggung, dada, anal memiliki duri yang keras. Habitat ikan ini anak-anak sungai yang terhubung dengan rawa banjiran. Ikan ini ditemukan di Sumatera dan Kalimantan. Di Sumatera Selatan, ikan ini ditemukan di Kabupaten Musi Banyuasin, Ogan Ilir, Penukal Abab Lematang Ilir, Muara Enim. Ikan ini termasuk jenis ikan pemakan tumbuhan dan hewan (omnivora), Ikan ini bereproduksi dengan cara bertelur. Alat tangkap ikan ini umumnya menggunakan pancing, jaring, empang dan tangkul. Umpan memancing ikan sepengkah berupa cacing tanah dan serangga. Ikan ini memiliki daya tarik sebagai ikan hias, terutama bentuk tubuh dan warnanya. Saat ini, ikan ini dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi dengan harga berkisar Rp. 5.000-10.000 per kg. Penelitian dasar mengenai aspek biologi dan ekologi ikan ini masih sangat jarang, sehingga masih sangat diperlukan. Penelitian lebih lanjut, upaya penjinakan dan pembudidayaan ikan juga sangat penting dilakukan. Ikan ini prospektif dikembangkan menjadi komoditi budidaya sebagai ikan hias.

Pustaka
Muslim, M., Heltonika, B., Sahusilawane, H. A., Wardhani, W. W., & Rifai, R. (2020). Ikan lokal perairan tawar indonesia yang prospektif dibudidayakan. Pena Persada. Purwokerto.



Berengit (Mystus sp)


Bentuk tubuh memanjang. Ikan ini tidak memiliki sisik. Memilki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Pada bagian belakang sirip punggung terdapat sirip lemak (adifose fin). Ikan ini memiliki sepasang sungut yang panjang. Pada sirip dada terdapat satu jari keras yang menjadi patil sebagai alat pertahanan ikan ini. Habitat ikan ini adalah di sungai-sungai yang airnya tidak deras. Ikan ini ditemukan di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Ikan ini termasuk jenis ikan karnivora/pemakan daging. Ikan berengit berkembangbiak dengan cara bertelur. Penangkapan ikan ini menggunakan jaring, pancing dan perangkap. Ikan ini memiliki bentuk tubuh dan warna yang menarik dijadikan sebagai ikan hias. Harga ikan ini berkisar Rp. 20.000-50.000 per kg (sebagai ikan konsumsi) dalam keadaan mati. Penelitian dasar ikan ini sudah ada, terutama spesies spesies yang ada di pulau Jawa yang dikenal dengan nama ikan senggiringan. Mungkin spesies yang ada di jawa berbeda dengan yang di Sumatera dan Kalimantan, sehingga perlu diteliti. Ikan ini prospektif dikembangkan menjadi komoditi budidaya. 


Pustaka:
Muslim, M., Heltonika, B., Sahusilawane, H. A., Wardhani, W. W., & Rifai, R. (2020). Ikan lokal perairan tawar indonesia yang prospektif dibudidayakan. Pena Persada. Purwokerto. 

Lumajang (Cyclocheilichthys enoplos)


Secara taksonomi, ikan lumajang termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Cypriniformes, Family Cyprinidae, Genus Cyclocheilichthys,  Spesies Cyclocheilichthys enoplos. Bentuk tubuh ikan lumajang memanjang. Ikan lumajang memiliki sepasang sirip dada, sirip punggung, sepasang sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Bentuk ekor cagak simetris. Pada sirip punggung terdapat satu duri keras. Warna tubuh putih perak. Seluruh tubuh ikan lumajang ditutupi sisik. Ikan lumajang hidup di sungai-sungai besar. Penyebaran ikan lumajang di Sumatera dan Kalimantan. Di Sumatera, ikan ini ditemukan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Ikan lumajang termasuk jenis ikan pemakan tumbuhan dan hewan (omnivore). Jenis serangga air dan darat, cacing, daun tumbuhan air, lumut dimakan ikan lumajang. Populasi ikan lumajang di alam sedikit, sehingga ikan ini sudah sulit diperoleh nelayan. Penangkapan ikan lumajang menggunakan alat jaring insang dan pancing. Ikan lumajang dapat dimasak menjadi berbagai menu masakan, dengan cara digoreng, bakar, kuah kuning, pindang, brengkes dan lain-lain. Daging ikan ini putih, sangat disukai masyarakat. Penelitian dasar mengenai ikan ini masih belum dilakukan. Aspek biologi, ekologi, fisiologi dan lain-lain mengenai ikan lumajang sangat diperlukan untuk diteliti. Mengingat populasi ikan ini sudah tidak banyak lagi, dikhawatirkan terjadi kelangkaan spesies ini, dan informasi ilmiah tentang ikan ini belum didapatkan. Ikan ini memiliki prospek untuk dibudidayakan, mengingat ikan ini dapat berukuran besar, sangat disukai masyarakat, harganya cukup mahal. Hasil penangkapan ikan ini di alam semakin menurun, sehingga segera dilakukan upaya domestikasi dan pembudidayaan ikan ini.



Pustaka:




Senin, 11 Mei 2020

Kepras (Cyclocheilichthys apogon)


Secara taksonomi, ikan kepras termasuk Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Cypriniformes, Family Cyprinidae, Genus Cyclocheilichtys,  Spesies Cyclocheilichtys apogon. Memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Ikan ini memiliki sisik. Bentuk ekor cagak. Warna tubuh putih perak, kemerah-merahkan. Pada bagian ujung sirip-sirip berwarna merah dan hitam. Ikan ini hidup di sungai-sungai dan rawa banjiran yang terhubung sungai. Penyebaran ikan ini meliputi pulau Sumatera dan Kalimantan. Di Sumatera, ikan ini ditemukan di Sumatera Selatan, Jambi, Riau dan Lampung. Di Sumatera Selatan, ikan ini ditemukan di DAS Musi Bagian Tengah seperti di rawa banjiran dan Sungai Penukal serta  Sungai Abab di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, rawa banjiran dan  Danau Cala di Kabupaten Musi Banyuasin, rawa banjiran dan anak anak sungai Musi di Kecamatan Lais Musi Banyuasin dan Kecamatan Rantau Bayur di Kabupaten Banyuasin, Lebak lebung di Kecamatan Sungai Rotan Kabupaten Muara Enim. Ikan ini termasuk jenis ikan pemakan tumbuhan dan hewan (omnivora). Ikan ini berkembangbiak dengan cara bertelur. ikan ini potensial dijadikan sebagai ikan hias. Warna sirip merah, sisik silver dan bentuk tubuh yang menarik dijadkan ikan peliharaan dalam akuarium.


Pustaka:
Muslim, M., (2012). Perikanan rawa lebak lebung sumatera selatan. Unsri Press. Palembang.

Palau (Osteochilus sp)

Palau atau juga dikenal ikan nilem bentuk badan cembung membungkuk. Memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Tubuh berwarna perak dengan sedikit bintik hitam dan kuning. Sirip ekor, dada, perut dan anal berwarna merah. Pada bagian pangkal ekor terdapat bintik bulat berwarna hitam. Habitat ikan ini di sungai-sungai yang terhubung dengan rawa banjiran. Penyebarannnya di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Ikan ini termasuk jenis ikan pemakan tumbuhan (herbivora). Ikan ini berkembangbiak dengan cara bertelur.  Ikan ini banyak tertangkap dengan alat tangkap jaring dan keremanIkan ini memiliki daya tarik sebagai ikan hias, terutama bentuk tubuh dan warnanya. Saat ini, ikan ini dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi dengan harga berkisar Rp.5.000-10.000 per kg.  Penelitian dasar mengenai aspek biologi dan ekologi ikan ini masih sangat jarang, sehingga masih sangat diperlukan. Penelitian lebih lanjut, upaya penjinakan dan pembudidayaan ikan juga sangat penting dilakukan. Ikan ini prospektif dikembangkan menjadi komoditi budidaya sebagai ikan hias.

Pustaka: